Rabu, 15 Februari 2017

BEM STAI ATTANWIR BOJONEGORO ADAKAN DIKLAT JURNALISTIK



               

'' terlihat di gambar salah seorang narasumber Dwi Khoirotun Nisa' sedang mengendong anaknya sambil berfoto bersama para peserta diklat seusai mengisi materi news''
BEM STAI Attanwir Bojonegoro mengadakan diklat jurnalistik, Rabu-Kamis, 15-16 Pebruari 2017. Diklat ini bertempat di Balai Desa desa Nglarangan, kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Kegiatan ini diikuti oleh 32 peserta yang terdiri dari mahasiswa berbagai prodi di STAI Attanwir.
“Harapan saya melalui acara diklat ini, bisa menumbuhkan bibit-bibit penulis baru di kampus kita, STAI Attanwir, mengingat kampus kita jauh dari kota. Paling tidak mahasiswa STAI Attanwir bisa menulis dan tulisannya dikenang oleh banyak orang,” ujar presiden BEM STAI Attanwir Bojoengoro, Moch. Khusnul Fiton. “Semoga minat membaca dan menulisnya bisa semakin tinggi. Semangaaat...!!!,” tegasnya.

Para peserta terlihat sangat antusias mengikuti kegiatan ini, dikarenakan mereka merasa haus akan ilmu jurnalistik.  Terdapat banyak manfaat dari diklat jurnalistik ini, diantaranya adalah kemampuan mahasiswa dalam hal menulis. M. Basyir Nadhir, S.S, salah seorang pemateri diklat ini mengatakan “jelek dulu, nulis dulu, baru mikir. Jangan takut salah, daripada diam tidak mau menulis,” katanya yang segera diikuti gelak tawa peserta. 

Kemudian di lanjut dengan materi ke dua yang di sampaikan oleh salah satu dosen yaitu bu Dwi Khoirotun Nisa' dalam materi news 5W1H dalam materi news ini bu dwi sapaan akrabnya langsung mengajak para peserta untuk praktek membuat berita, dan para peserta terlihat sedikit kesulitan dan kebingungan, namun mereka tetap antusias untuk mempraktekkan cara menulis berita ini.
Ada empat materi yang disuguhkan dalam diklat jurnalistik kali ini, yaitu feature, news, opini, dan analisa wacana dan sosial. 

redaktur: peserta diklat

Kamis, 26 Januari 2017

Khotmil Qur'an Memperkokoh Persahabatan

       


        Kamis 26 januari 2017 sekitar pukul 5 sore bertempat di kantor BEM STAI Attanwir seluruh jajaran pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa STAI Attanwir mengelar acara khotmil qur'an, khotmil quran ini berlangsung selama kurang lebih 2 jam dan di ikuti oleh sekitar 15 pengurus BEM kabinet konstruktif.

''Khotmil qur'an ini sebagai wujud hablumminnalloh kita sebagai orang yang berorganisasi yang sering di pandang sebelah mata oleh beberapa kalangan mahasiswa dan masyarakat lebih umumnya, namun sayangnya niat kita ini tidak di ikuti oleh kalangan mahasiswa lainNya padahal kami sudah memberikan wadah bagi mereka untuk berproses menjadi lebih baik.'' ujar kepala kementrian agama M. nashrulloh

Dalam kesempatan kali ini presiden mahasiswa menambahkan bahwa selain khotmil quran kegiatan ini juga sebagai sarana untuk memperkokoh ke kompakan dalam menjalankan roda organisasi yang baru seumur jagung ini dalam kepengurusan saya.

Acara khotmil quran di tutup dengan doa yang di pimpin langsung oleh presiden mahasiswa.

reporter: kementrian agama badan eksekutif mahasiswa stai attanwir

Ziarah Sebagai Wujud Ta'dzim Kita Kepada Pendiri Pondok




      Kamis 26 januari 2017 sekitar pukul jam 4 sore bertempat di komplek pemakaman pondok pesantren attanwir penggurus Badan Eksekutif Mahasiswa dan Pengurus Komisariat PMII Attanwir berziarah bersama di makam pendiri pondok pesantren attanwir, dengan di iringi hujan grimis mereka dengan khusuk melantunkan tahlil dan sholawat, gerimis tidak menurunkan semangat mereka untuk berziarah. 

''Bagi saya ziarah ini adalah sebagai wujud takdzim saya, dan kita sebagai mahasiswa STAI Attanwir kepada pendiri pondok pesantren attanwir, dan semoga kegiatan ini di tiru oleh para penggurus organisasi di kampus kita.'' ujar salah satu penggurus pmii attanwir A. hanif fathoni.

ziarah kali ini di ikuti oleh sekitar 16 penggurus BEM dan sebagian peserta ziarah berasal dari pengurus PMII Attanwir, tahlil di pimpin langsung oleh kepala kementrian agama BEM STAI Attanwir M. nashrulloh dengan khidmat.

presiden mahasiswa yang akrab di sapa fito tersebut menjelaskan ''berziarah ke makam pendiri pondok adalah budaya kami sebelum melaksanakan kegiatan, dan kegiatan ziarah kali ini rencanaNya akan kami lakukan setiap akhir bulan, dan kebetulan juga tadi saya ketemu dengan beberapa penggurus komisariat PMII Attanwir yang juga berencana untuk berziarah ke makam mbah yai sholeh juga, ya saya ajak sekalian biar rame sambil grimis-grimisan rapopo lah, dan saya berharap mahasiswa di kampus kita tidak melupakan jasa pendiri pondok pesantren attanwir itu yang terpenting, ya dengan cara berziarah seperti ini.''

reporter: kementrian agama badan eksekutif mahasiswa stai attanwir


BEM STAI Attanwir Budayakan Diskusi


 

      Kamis 26 januari 2016, bertempat di kantor BEM pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa STAI Attanwir priode 2016-2017 menjalankan program kerja dari kementrian agama yaitu diskusi, diskusi kali ini mengangkat tema ''menangkal radikalisme agama dengan islam nusantara'' pengambilan tema tersebut beralasan melihat kondisi yang terjadi akhir-akhir ini di masyarakat dan di media-media elektronik maupun cetak santer di beritakan, kami sebagai mahasiswa sudah selayaknya mengambil sikap dalam permasalahan ini dengan cara mendiskusikanNya, jelas presiden BEM STAI Attanwir.

Diskusi kali ini di ikuti sekitar 12 mahasiswa, dan di pimpin oleh seorang fasillitator M. yusuf ansori dari program study BKI semester 8, sebelum berdiskusi yusuf pangilan akrabnya membagi-bagikan isi materi yang akan di sampaikan berbentuk selembaran kertas, dan kemudian dalam diskusi yusuf meminta agar teman-teman aktif untuk saling berpendapat dalam menanggapi radikalisme sara yang kemudian di kaitkan dengan islam nusantara seperti yang ada dalam selembaran.


Walaupun diskusi ini hanya di ikuti oleh sedikit peserta tapi diskusi tetap berjalan dengan seru dan saling adu argumen antar peserta diskusi. Hal ini tidak lepas dari pentingnya seorang fasillitator dalam berdiskusi yang bertugas mengarahkan diskusi agar tepat sasaran sesuai dengan isi tema.
 
''Kita harus tetap melaksanakannya walaupun hanya sedikit yang hadir kita tetap berdiskusi, karena diskusi adalah salah satu ciri yang paling menonjol dari dalam diri mahasiswa selain membaca dan menulis. Walaupun saya sedikit kecewa karena dari mahasiswa di kampus kita ternyata kurang berminat dengan kegiatan berdiskusi, meskipun saya yakin banyak dari mereka mengerti akan manfaat berdiskusi hari ini bisa menjadi contoh.'' ujar salah seorang peserta diskusi.

reporter: kementrian agama badan eksekutif mahasiswa stai attanwir


Hasil Diskusi Bulan Januari 2017

 menangkal radikalisme sara dengan islam nusantara


        Diskusi ini bertujuan untuk mengambil sikap mahasiswa terhadap berkembangnya isu sara yang terjadi di negeri ini pada akhir-akhir ini, SARA yang berarti kepanjangan dari suku, agama, ras, antar golongan. Sara menjadi topik inti dalam diskusi kali ini, diskusi berjalan sedikit seret walaupun sudah di bekali bahan untuk diskusi ternyata beberapa dari peserta diskusi tidak mempersiapkan bahan untuk berdiskusi dan akibatnya diskusi berjalan sedikit ngalor ngidul, 

Radikalisme radik yang berarti akar dan kami berkesimpulan akar dari kita ini sangat bermacam-macam mulai dari akar agama, akar politik, akar budaya dan dll. Kebanyakan dari kita hanya mengambil akar-akar yang buruk dari diri kita, padahal ada juga akar-akar yang baik yang ada dalam diri kita, kemudian sara, kami menggangap sara adalah suatu hal yang menyakitkan, dan dapat menimbulkan konflik, dan bagaimana cara kita sebagai mahasiswa menangkal hal-hal yang berbau sara itu? sebenarnya dalam menyikapi isu sara itu kembali ke diri kita masing-masing bagaimana cara kita membentengi diri dari hal yang berbau sara itu sendiri. kita bisa menggangap apa yang di lakukan oleh seseorang itu menyinggung sara karena tidak sepaham dengan pemikiran kita, jika kita menerima perbedaan atau pendapat orang lain dengan legowo maka tidak akan ada yang namannya konflik yang di timbulkan kata salah satu peserta diskusi

Sara sering kali menjadi isu utama penyebab konflik dan di anggap radikal dan keras, walaupun beberapa dari hal yang di lakukan itu memang benar tetapi jika itu di ungkapkan dengan cara yang salah maka hal tersebut dapat menimbulkan konflik sara, niat yang baik harus di capai dengan cara yang baik begitulah seharusnya.

Kemudian yang menjadi bahasan dalam diskusi ini adalah terkait fatwa-fatwa yang bermunculan mulai dari para ulama', tokoh masyarakat, smpai ke fatwa yang muncul dari MUI dalam diskusi ini bahwa fatwa itu tidak bisa di jadikan dasar hukum melainkan hanya boleh kita jadikan acuan, tetapi tidak masyarakat malah yang terjadi fatwa itu di jadikan dasar hukum, bahkan sampai di kawal segala. padahal yang bisa kita jadikan dasar hukum adalah alquran dan hadis dalam hal ini, seperti yang di katakan gus mus fatwa kok di kawal, dasarnya kitab apa? 

Islam nusantara di gambarkan sebagai wajah islam di tanah indonesia dan tidak bisa di samakan dengan islam yang ada di arab, kita sebagai masyarakat indonesia harus menyesuaikan diri kita seperti halnya wajah nusantara yang cinta damai, saling menghargai perbedaan. jangan sampai isu sara yang menyangkut ras dan agama yang berkembang di masyarakat saat ini menjadikan konflik seperti halnya yang terjadi di ambon pada tahun 1999 silam. Lemahnya agama menjadi salah satu sebab terjadinnya radikalisme belajar agama yang setengah-setengah, kita sebagai mahasiswa yang berada di lingkungan pondok pesantren mungkin sedikit lebih aman atas pengaruh-pengaruh ajaran yang radikal terlebih kita di ajarkan islam yang toleran, dan moderat menggingat kita di bawah naungan yayasan pesantren akan sangat berbeda jika kita kuliah di kampus yang wilayahnya di tengah kota yang notabennya tidak mengedepankan urusan agama, mungkin isu sara dan radikalisme sangat mudah mengerogoti mahasiswa jika tidak memiliki benteng agama yang kuat.

selain faktor agama faktor ras dan suku juga sering menjadi penyebab konflik yang paling terkenal adalah tragedi sampit antara madura dan suku dayak di kalimantan penyebab konflik tersebut di dasari banyak faktor salah satunnya adalah faktor sara, maka dari itu isu sara sangatlah sensitif.

kemudian faktor politik yang gencar pada akhir tahun 2016 terkait ucapan ahok yang di duga menistaakan agama yang berujung demo besar-besaran, kemudian berlanjut ke kasus habieb rizieq yang melecehkan pancasilla dalam suatu rekaman pengajian yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan bisa berujung konflik, dan banyak yang mengatakan banyak unsur politik dalam kedua kasus ini.

kita bisa belajar pada rosullulloh yang begitu menjunjung tinggi perbedaan, islam hadir sebagai rahmatallilalamin bukan rahmatal lilmuslimin, jadi rahmat tuhan tidak hanya untuk orang muslim saja melainkan ke segalannya. jadi jangan mudah terprovokasi hanya karena kita beda pendapat, beda golongan, ras, agama, dan suku. yang bisa mencegah paham radikalisme dan sara adalah kita sendiri, tidak mudah terprofokasi, tidak mudah sakit hati dan menggangap segala sesuatu bukan dalam satu sudut pandang, pandangan dari sisi positif harus di kedepankan,

kami menyimpulkan bahwa penyebab timbulnya radikalisme sara di indonesia sangat kompleks kami menyimpulkan ada 4 suku, ras atau golongan, agama, dan juga politik. Dengan islam nusantara mari kita jaga perdamaian dan kerukunan.

-notulen

Rabu, 25 Januari 2017

Materi Diskusi Bulan Januari 2017



Menangkal Radikalisme “SARA” dengan Islam Nusantara
Oleh : M. Yusuf Anshori

Sentimen Etnis Berujung Penjarahan
Peristiwa penembakan yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 ternyata berbuntut panjang dan menyulut emosi warga. Akibatnya, keesokan harinya Jakarta menjadi lautan aksi massa yang terjadi di beberapa titik. Penjarahan dan pembakaran pun tak dapat dihindarkan.
Krisis moneter berkepanjangan di tahun 1998 berujung pada aksi kerusuhan hebat pada penghujung rezim Orde Baru pimpinan almarhum Soeharto. Saat itu, Indonesia dilanda krisisi ekonomi parah sehingga melumpuhkan seluruh persendian ekonomi dalam negeri.
Kerusuhan yang terjadi malah menular pada konflik antar etnis pribumi dan etnis Tionghoa. Saat itu, banyak aset milik etnis Tionghoa dijarah dan juga dibakar oleh massa yang kalap.
Massa pribumi juga melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual terhadap para wanita dari etnis Tionghoa kala itu. Konflik antar etnis itu menjadi catatan kelam di penghujung pemerintahan rezim Soeharto.

Konflik Agama di Ambon

Konflik berbau agama paling tragis meletup pada tahun 1999 silam. Konflik dan pertikaian yang melanda masyarakat Ambon-Lease sejak Januari 1999, telah berkembang menjadi aksi kekerasan brutal yang merenggut ribuan jiwa dan menghancurkan semua tatanan kehidupan bermasyarakat.
Konflik tersebut kemudian meluas dan menjadi kerusuhan hebat antara umat Islam dan Kristen yang berujung pada banyaknya orang meregang nyawa. Kedua kubu berbeda agama ini saling serang dan bakar membakar bangunan serta sarana ibadah.
Saat itu, ABRI dianggap gagal menangani konflik dan merebak isu bahwa situasi itu sengaja dibiarkan berlanjut untuk mengalihkan isu-isu besar lainnya. Kerusuhan yang merusak tatanan kerukunan antar umat beragama di Ambon itu berlangsung cukup lama sehingga menjadi isu sensitif hingga saat ini.

Tragedi Sampit, Suku Dayak vs Madura

Tragedi Sampit adalah konflik berdarah antar suku yang paling membekas dan bikin geger bangsa Indonesia pada tahun 2001 silam. Konflik yang melibatkan suku Dayak dengan orang Madura ini dipicu banyak faktor, di antaranya kasus orang Dayak yang didiuga tewas dibunuh warga Madura hingga kasus pemerkosaan gadis Dayak.
Warga Madura sebagai pendatang di sana dianggap gagal beradaptasi dengan orang Dayak selaku tuan rumah. Akibat bentrok dua suku ini ratusan orang dikabarkan meninggal dunia. Bahkan banyak di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh suku Dayak yang kalap dengan ulah warga Madura saat itu. Pemenggalan kepala itu terpaksa dilakukan oleh suku Dayak demi memertahankan wilayah mereka yang waktu itu mulai dikuasai warga Madura.
[Baca: Konflik Sara Paling Mengerikan di Indonesia]

Menjelang pilgup DKI 2017

Munculnya isu SARA yang gaduh sekarang ini awalnya terkait ucapan Ahok ketika dengan pakaian dinas Pemda DKI menemui warga Kepulauan Seribu lalu Ahok menyatakan “... dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51 yakni, “Ayat tersebut melarang orang-orang beriman mengambil orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin mereka. 

Dengan mengamati isu sara yang mencul di atas permukaan ini membuktikan, bahwa isu yang berbau suku, agama, ras, dan antar golongan masih saja mudah meledak (eksplosif). Karena itu menjadi bijak jika para politisi, fungsionaris partai, elite politik, pejabat serta serta pemimpin formal dan informal untuk mencegah dan menghindari isu SARA di bawah ke ranah politik. Keempat aspek SARA ini adalah persoalan primordial dan masalah itu bisa langgeng dalam hidup pribadi atau kelompok masyarakat, hingga munculnya isu SARA dalam politik yang sulit dihindari. Meski hal seperti ini juga muncul di negara negara lain, bahkan sekaliber negara2 demokrasi seperti Amerika, Inggris, Perancis, dan sebagainya.

WAWANCARA – Gus Mus: Fatwa Kok Dikawal, Dasarnya dari Kitab Apa?

Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri ibarat oasis di tengah panasnya intoleransi beragama di negeri ini. Wejangan tentang wajah Islam yang moderat sekaligus bersahabat mengisi ruang yang ditinggalkan mantan presiden Abdurahman Wahid. Dalam kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan kepada Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama, misalnya, ia ragu akan adanya unsur penistaan dalam pidato Basuki yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.
“Jika dianggap penistaan, pemeluk Islam juga kena karena banyak yang menistakan agama lain,” ujar pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Thalibin, Keluruhan Leteh, Rembang, Jawa Tengah, ini.
[Baca juga: Gus Mus Angkat Bicara Soal Kasus Ahok]
Pendiri bangsa ini dengan susah-payah melakukan rembukan yang intens agar masyarakat yang beragam ini bisa hidup dengan baik. Tapi orang yang datang belakangan tidak mempelajari sejarah, lalu merasa seolah-olah bukan orang Indonesia.
Maka, selalu saya katakan kita ini orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang kebetulan di Indonesia. Banyak kiai pesantren yang tak tahu arti nasionalisme tapi mereka mencintai Indonesia karena alasan sederhana: Indonesia rumah kita.
Di sinilah kita hidup, sujud, dan akan dikebumikan. Seperti perjuangan Mbah Hasyim Asy’ari: Indonesia diperjuangkan satu tarikan napas dengan Islam. Orang yang menghancurkana rumahnya sendiri itu gendeng, nggak bisa diterima nalar.
Jika terus dibiarkan, apakah konflik di Indonesia bisa meledak seperti di Timur Tengah?
Konflik di Timur Tengah itu karena materi. Bila Timur Tengah tak ada minyak, tak akan bergolak. Irak, Libya, Suriah sudah hancur karena mereka tak waspada.
Nah, Indonesia tak hanya punya minyak, tapi ada emas dan macam-macam. Kalau kita tidak waspada, orang lain yang akan menguras kekayaan kita dan perlahan hancur.
[Baca juga: Singgung Soal Aleppo, Gus Mus: Bacalah Surat Terbuka Ini dengan Pikiran Jernih]
Beberapa kelompok mengklaim tindak kekerasan tersebut bagian dari dakwah. Bagaimana model dakwah yang tepat?
Dakwah itu artinya mengajak. Beda dengan amar makruh yang artinya perintah, nahi mungkar yang bermakna melarang.
Tapi, saat ini, ketiganya selalu dicampur-adukkan. Kalau dalam dakwah diperlukan debat atau bantahan, pakailah cara yang lebih baik dan argumen yang bagus.
Anda kerap mengkritik Majelis Ulama Indonesia. Apa alasannya?
Orang sudah lupa pada sejarah MUI. Dulu Presiden Soeharto ingin mengontrol organisasi dengan meleburnya menjadi satu. Kepemudaan disatukan menjadi Komite Nasional Pemuda Indonesaia, wartawan menjadi Persatuan Wartawan Indonesia, partai-partai Islam dilebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan.
Organisasi keagamaan Islam disatukan menjadi MUI. Tapi, dalam perkembangannya, MUI menyaingi kementerian Agama. Mereka berhak membuat label halal yang jadi domain pemerintah. MUI ini bagian dari pemerintah atau bukan, kok bisa bertindak seperti itu?
[Baca juga: Soal Aksi FPI di Mall Jelang Natal, Gus Mus: Banyak Orang Anggap MUI Lembaga Negara]

Untuk keperluan bahan diskusi kementrian agama badan eksekutif mahasiswa stai attanwir 2016-2017
talun 26/01/2017

Senin, 23 Januari 2017

Rapat Kerja Sebagai Acuan Kerja Satu Priode kedepan








Senin 12 desember 2016 pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa STAI Attanwir priode 2016-2017 melakukan rapat kerja untuk satu priode kepengurusan kedepan bertempat di gedung stai attanwir lantai 3 acara rapat kerja tersebut di hadiri oleh perwakilan mahasiswa dari tiap-tiap kelas dari smester 1 sampai 7 dari semua prodi, dan juga perwakilan dari sejumlah organisasi intra kampus. Acara rapat kerja tersebut di buka langsung oleh bapak Drs. H. Makhful, M.Ag selaku ketua 3 bidang kemahasiswaan STAI Attanwir, dalam sambutannya bapak mahful berpesan kepada seluruh penggurus Badan Eksekutif Mahasiswa bahwa rapat kerja kali ini harus lebih produktif dan menghasilkan program-program kerja yang dapat meningkatkan kualitas mahasiswa dan dapat membantu memajukan kampus. Para penggurus organisasi juga harus sadar akan posisinya sebagai pengabdi kampus, harus menjadi tauladan bagi mahasiswa lainnya.

Acara rapat kerja tersebut di pimpin langsung oleh presiden mahasiswa, dan berlangsung kurang lebih selama 4 jam dan menghasilkan 16 program kerja, dari ke 4 kementrian yang di antarannya ada program kerja rutinan dan event besar.

Dalam rapat kerja kali ini moch. Khusnul fiton selaku presiden mahasiswa berpesan bahwasannya rapat kerja kali ini sebagai acuan kerja kita satu priode ke depan yang telah kita sepakati bersama, dan berharap teman-teman di sini dapat melaksanakan program yang telah di sepakati dengan baik dan ikhlas, serta konsisten. Kita di sini memang tidak di bayar dengan uang tapi di sini kita akan mendapatkan banyak pelajaran yang berharga, dan semua itu tergantung bagaimana proses kita dalam organisasi ini satu priode kedepan.

Acara tersebut di tutup dengan doa yang di pimpin langsung oleh kepala mentri agama. (Mentridalamnegeri)